Masakan tempo dulu ada disini, tidak ada
yang modern, tidak ada menu yang istimewa, karena semua menu adalah
istimewa. Nama masakan pun tidak mengadopsi dari masakan modern, seperti
tumis kangkung tidak akan disebut capcai, ini untuk mempertahankan
keaslian masakan Sunda, tergantung nanti selera konsumen mau makan apa.
Sebenarnya masih banyak manu asli khas Sunda
yang belum ada di Saung Beuruem, jadi satu persatu menu Sunda
disediakan di saung ini. Kata H. Herman, menu yang ada di saungnya
adalah masakan-masakan Sunda yang dia temukan, banyak menu lainnya yang
sulit dibuat, semisal masakan tutut dan kepiting tonggeng, itu masakan
yang sulit dicari karena bahan bakunya. Semisal ikan belut yang sulit
dicari. Jika beberapa hari ada, kadang beberapa hari kemudian kehabisan,
tapi dalam menu tetap tercatat. Untuk itu, dia mencari belut hingga keluar kota dengan biaya beli yang mahal tapi harga jual yang relatif murah.
"Saya tidak menyebutkan Saung Beurem ini adalah restoran, yang saya tampilkan juga bukan sebuah restoran, saya hanya khawatir ada rekayasa makanan atau inprovisasi makanan yang tidak dari leluhur dan budaya Sunda, misal nasi timbel Sunda dan nasi timbel Cina, nah saya tidak mau masakan saya di improv, kalau Sunda ya Sunda, tidak untuk direkayasa," ucapnya.
Kuliner ini dijual untuk memamerkan budaya Sunda, jangan sampai Karawang dan Bandung kehilangan Sundanya, karena sekarang banyak masakan dari luar di perkotaan, tujuan Saung Beureum ini memamerkan budaya Sunda dengan nilai jual tinggi. Namun begitu, ada minuman yang pakai mesin modern blender tapi tetap menggunakan buah lokal. Dan penyajian piringnya pun pakai daun pisang, termasuk menunya dengan sebutan orang Sunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar